Notes II : Episode HCMC

In HCMC, u'll find many kinds of Uncle Ho's Picture

Hari kedua

Hari kedua dimulai dengan sarapan pagi, entah kenapa pada saat itu saya kehilangan nafsu makan (tumben hehe). Saya menduga bahwa saya mengalami masuk angin jika dilihat dari gejala-gejalanya( sok menganalisa kyk dokter gitu deeh). Untuk breakfast kami memilih tempat makan yang tidak jauh dari hotel, beberapa kawan memesan baguette ( roti khas dari prancis),,hmm sangat special rupanya menu ini. Berhubung Vietnam merupakan negeri bekas jajahan perancis maka baguette rupanya masih menjadi penganan sehari-hari bagi warga Vietnam. Sayapun bertanya, kenapa Indonesia yang telah dijajah belanda selama 3,5 abad dan jepang selama 2 tahun, makanan andalanya tetep gago-gado dan sate yah..hehehe. Saya pun menyimpulkan, kalo lidah kita memang lidah yang tidah bisa dikalahkan oleh penjajah ( halah ). Adapun untuk sarapan kali ini saya memesan sup kepiting,,awalnya saya bergairah melihat sup kepiting seperti di King Palace Restaurant, tapi setelah melihat sup kepiting dicampur dengan telur setengah matang, nafsu makan saya semakin hilang..grrr..huekhuek :(

Baguette+Omellete

Setelah sarapan kami bergegas menuju War Remnant Museum. War Remnant Museum merupakan museum perang dimana semua sisa-sisa perang Vietnam dengan Amerika didokumentasikan di museum ini. Sampai di museum, kami melihat helicopter perang tentara Amerika terpajang di depan gedung. Awalnya saya berpikir bahwa suasana luar museum ini tidak jauh berbeda dengan museum Satria Mandala di Jalan Gatot subroto ( silahkan mengingat-ingat kembali gimana suasana museum satria mandala,banyak helicopter juga bukan?). Namun akhirnya saya menyadari bahwa di museum satria mandala tidak terdapat helicopter dari Amerika hihihi…Setelah puas berfoto-foto ria di sekitar helicopter perang ala US Forec, maka kami mulai melangkah masuk ke dalam museum. Pertama, saya dan kawan-kawan melihat guillotine ala Vietnam..wew serem juga. Kemudian penjara ( penjaranya gak jauh bedalah sama penjara di fatahillah dan di benteng somba opu makassar :) ), dan terakhir adalah exhibition room dimana banyak foto-foto pada saat perang Vietnam. Melihat gambar-gambar yang sadis menyeramkan, mengingatkan saya pada museum kesaktian pancasila-lubang buaya,,hehe…Oh ya,,perlu di informasikan bahwa Vietnam merdeka dari perancis pada bulan September 1945 ( satu bulan setelah Indonesia merdeka). Namun, belum lama merdeka invasi Amerika masuk ke Vietnam sampai tahun 1975-1976. Selain itu, Ho Chi Minh merupakan satu-satunya simbol kepahlawanan di Negara ini, yang mana beliau adalah pejuang kemerdekaan dari kolonialisme perancis sampai kolonialisme Amerika. Itulah mengapa warga Vietnam sangat menghormati Paman Ho, sampai pada uang kertas Vietnam Dong pun, semua bergambarkan Paman Ho. Sangat berbeda dengan mata uang Indonesia yang dipenuhi dengan berbagai macam gambar pahlawan ( Soekarno, Tuanku Imam Bonjol, Pattimura, Pangeran Diponegoro, dll). Kira-kira alasanya kenapa yah??Apakah Vietnam tidak memiliki banyak pahlawan yang begitu menonjol seperti kita, hehehe.



Sesi museum berakhir, kamipun melanjutkan perjalanan menuju kantor pos dan gereja Notredarme ( Again??). Memasuki kantor pos, saya langsung tertuju pada interior ruangan yang nampaknya tidak jauh beda dengan stasiun kota tua. Kantor pos Ho Chi Minh ini didesign sangat menarik, sehingga tidak mengherankan bangunan ini menjadi salah satu object wisata disini. Tidak banyak yang bisa dilihat disini, maka saya dan kawan-kawan melanjutkan ke tujuan berikutnya yaitu reunification palace.
Berpose di depan Notredarme Cathedral di Pagi hari :)

Unfortunately, sesampainya kita di tujuan berikutnya, ternyata mereka tutup untuk istirahat dan kami harus menunggu sampai jam 1 siang ( capek deeh). Tidak mau menyia-nyiakan waktu karena kami harus ke benthan market, maka kami pun langsung meninggalkan kantor pos. Sepanjang perjalanan , ada hal unik yang kami temukan yaitu adanya jalan bernama Pasteur. Hahaha,,,jauh-jauh ke Vietnam, ketemunya jalan Pasteur juga, tidak mau ketinggalan momen unik ini, maka saya pun mengambil foto di jalan tesebut ( norak..norak deh gw ).

Ini dia,,jalan Pasteur :ngakak

Akhirnya sampai juga pada ben than market. It’s shopping time, masuk ke pasar ben than mengingatkan saya pada pasar bringhardjo Yogyakarta. Kami menyusuri lapak demi lapak, tak disangka dan tak diduga penjual di ben than bisa sedikit bahasa melayu lho. Pada saat saya dan kawan-kawan lewat, mereka berteriak “kakak..kakak..murah..murah..” hahahah that was so funny. Entah bagaimana mereka bisa belajar bahasa tersebut, yang jelas memang warga Malaysia juga cukup banyak menjadi turis disini khususnya semenjak Air Asia pertama kali membuka jalur penerbangan Malaysia-HCM. Saya dan kawan-kawan tidak menghabiskan waktu yang cukup lama mengingat suasana pasar sangat panas. Kami pun bergegas pulang, karena nusy dan tomet harus segera packing sebelum jam 6 Sore.

Malam terakhir

Menghabiskan malam terakhir di ho chi minh dengan berkeliling district 1 sekitar hotel. Awalnya saya dan kawan saya ingin mencari tempat untuk body Massage ( penting bgt yah..hahaha),, namun kami akhirnya memtuskan untuk berjalan-jalan saja di malam hari. Pada saat berjalan-jalan saya menemukan penjual makanan di pinggir jalan, pertama- tama saya mengira itu adalah bubur Vietnam. Eh ..ternyata sodara-sodara, itu kembang tahu ( jauh-jauh ketemu kembang tahu juga). Namun ternyata kembang tahu di sana dikemas berbeda dengan di Indonesia. Kembang tahu dicampur dengan sedikit bubur sumsum dan candil, serta irisan jahe. Disamping itu, kuahnya juga tidak banyak seperti kembang tahu di Jakarta. Hmmm cukup menarik juga, dengan harga sekitar 3000Vnd = 1500 IDR, maka sayapun melahap kembang tahu ala Vietnam. Setelah puas dengan kembang tahu seharga 1500 IDR, saya mencoba berpetualang dengan menelusuri jalan-jalan sempit di sekitar hotel, awalnya saya ragu, namun ternyata seru juga melewati kawasan padat penduduk. Kawasan yang saya lewati tidak jauh berbeda dengan kawasan padat penduduk di Jakarta. Rumah-rumah mungil berhimpit-himpitan, namun ada hal yang cukup menarik disini. Saya memperhatikan ternyata banyak juga rumah-rumah di kawasan padat penduduk yang memiliki tv LCD ( kalah dong gw). Setelah berputar-putar cukup lama, maka kami memutuskan untuk kembali ke hotel. Sebelum kembali ke hotel, saya sempat membeli kaos bergambar palu arit ( lambang partai komunis ) seharga 37.000 VND. Dengan harapan saya bisa memakai kaos ini setibanya di Indonesia. Sayangnya, sampai hari ini saya belum berani memakai kaos tersebut jika jalan keluar rumah. Ada rasa kekhawatrian dalam pikiran saya yaitu masih adanya dogma negatif dari masyarakat terhadap lambang partai komunis tersebut. Saya memaklumi, trauma masyarakat( khusunya orang-orang yang hidup di decade 60-an)yang masih mengenang peristiwa taun 65. Terlebih peristiwa itu telah dikemas selama berpuluh-puluh tahun sebagai peristiwa hitam yang sebenarnya kita sendiri belum tahu pasti tentang kebenarannya ( jika penasaran silahkan mencari referensi tentang ini sendiri ).

Selain itu, saya juga sempat mengunjungi toko yang menjual poster-poster propaganda selama perang Vietnam dan pasca kemerdekaan ( baca: sampai sekarang),,,hmmm menarik bukan ?

Sudah cukup berjalan keliling daerah dekat hotel, saya pun kembali ke hotel. Namun sebelum kembali ke hotel, kami menyempatkan untuk singgah di toko yoghurt. Penasaran dengan yoghurt yang berada di district 1 pusat tourist dan berhubung udara di HCM sangat panas, maka tanpa ragu dan pikir panjang, kami memasuki toko tersebut. Hal yang terpikirkan ketika memasuki toko yoghurt adalah toko ini memiliki konsep yang sama dengan Tutti Frutti di Indonesia. Konsep self service dan pembayaran berdasarkan yoghurt yang kita ambil sendiri. Menariknya, ada yoghurt rasa kelapa yang mana tidak saya temukan di sour sally, frogurt, maupun tutti frutt di Indonesia. Ketika, membayar di cashier, saya kaget dengan harga yang cukup murah dibanding di Jakarta. Saya hanya membayar 20.000 VND = 10.000 IDR, adapun kawan saya Razif, hanya membayar sekitar 40.000 VND ( 20.000 IDR) untuk semangkuk yoghurt dengan berbagai macam toping, dimana jika kita membeli di tuti frutti harganya 50.000 IDR..wew.. fantastic bukan. Selain harga yang murah, toko yoghurt ini juga menawarkan air putih yang bisa diminta berkali-kali dan tentunya free wifi dengan sofa yang empuk. Pokoknya makan yoghurt kali ini sangat worth it, jika dibandingkan dengan makan yoghurt di Jakarta. Sebagai anak ekonomi yang ingin sekali memaksimalkan utilitasnya, maka kami memutuskan untuk berkunjung ke toko yoghurt ini untuk kedua kalinya esok hari (Again and again ).

Hari ke 3 ( Last Day)

Hari ketiga merupakan hari terakhir saya di HCM, pada awalnya saya dan kawan saya berencana untuk tur ke chuchi tunnel, yang merupakan temat bersejarah bagi gerilyawan Vietcong. Namun, melihat kondisi yang tidak memungkinkan, maka saya memutuskan untuk berkunjung ke HCM Stock Exchange (HOSE). Penasaran dengan industri pasar modal yang baru berdiri ini, maka kami memutuskan ke sana untuk melihat seperti apa Bursa Efek versi Ho Chi Minh. Setelah melakukan pencarian dengan google, saya mendapatkan alamatnya dan bertanya dengan front office hotel kami menginap. Kami merasa beruntung, karena mbak-mbak petugas hotelnya meminjamkan kami peta menuju kesana. Ternyata, untuk mencapai gedung HOSE, kami hanya berjalan lurus saja dari hotel tempat kami menginap, sampai menemukan jalan besar yang mana terdapat sungai Saigon ( Saigon River). Kami pun memutuskan berjalan kaki menuju gedung HOSE. Di tengah terik matahari dan perjalanan panjang melewati pasar tradisional, akhirnya kami sampai pada jalan yang dimaksud. Jalan besar ini seperti jalan Sudirman rasanya, hehehe namun tidak seramai jalan Sudirman. Setelah sampai pada jalan yang dituju, kami harus bertanya rupanya ke bapak-bapak yang ada di pertigaan jalan. Saat itu kami bingung mau belok kanan atau belok kiri. Dengan berbekal alamat yang kami punya, maka kamipun bertanya dengan bahasa tubuh sebisanya ( karena mereka tidak bisa bahasa Inggris ). Setelah berjalan sepanjang kurang lebih 3km, maka sampailah kami pada gedung yang dituju HCM Stock Exchange. Jangan dibayangkan gedungnya seperti gedung BEI yang berada di kawasan SCBD yang berdampingan dengan bangunan-bangunan pencakar langit lainnya. Gedung HOSE mirip dengan gedung Mahkamah Konstitusi yang berada di jl. M.H Thamrin. Didepan gedung inipun masih dibangun bangunan yang masih dalam tahap 20% pembangunan. Bisa dibayangkan, untuk sampai ke gedung ini, maka kami melewati proyek bangunan yang sedang dalam tahap pengerjaan. Akhirnya kami masuk ke dalam gedung. Setelah memperkenalkan diri, dan berbasa-basi maka kami dipersilahkan masuk ke dalam trading floor. Saat itu waktu telah menunjukkan pulu 11.00 AM, dan teryata setengah jam yang lalu transaksi sudah selesai pada hari itu ( shocked dan garuk-garuk kepala). Dengan kata lain transaksi pasar saham hanya dibuka selama 1,5 jam. Pasar modal di Vietnam terpusat menjadi 2. Untuk pasar saham dan fund berada di HCM, adapun untuk OTC dan Obligasi berada di Hanoi Stock Exchange.

Ada satu hal yang menarik perhatian saya terhadap industry pasar modal di Vietnam. Berdasarkan materi yang sempat saya baca, ternyata pemerintahan komunis Vietnam sangat membatasi investor asing dalam bertransaksi. Mereka menerapkan peraturan terkait dengan kapasitas transaksi yang diperbolehkan bagi Investor asing. Mungkin kebijakan ini diterapkan guna menghindari capital outflow yang begitu besar ketika harga saham di Pasar Modal Vietnam turun. Dengan kata lain, intervensi pemerintah masih sangat besar terhadap kebijakan investasi di pasar modal Vietnam.

Setelah merasa puas berkunjung di HOSE ( Ho Chi Minh Stock Exchange ), maka saya pun berjalan menuju hotel. Hari itu sangat panas, maka saya dan kawan-kawan singgah sebentar untuk menikmati kopi Vietnam . Ditengah perjalanan menuju hotel, kami sempat mampir ke suatu gedung yang ternyata merupakan salah satu kantor jurnalis di HCMC yaitu Saigon Times. Penasaran dengan kantor ini, maka sayapun dengan sok percaya diri memasuki kantor itu dan bertanya-tanya. Akhirnya saya dikasih majalah Saigon Times. Saigon Times itu sendiri merupakan kantor majalah dan koran bisnis-ekonomi di HCMC. Mereka juga mempunyai klub yang terdiri dari perusahaan-perusahaan di HCMC yang menjadi anggota dari Saigon Times Club. Mungkin klub ini semacam klub pertemuan yang membahas masalah bisnis dan ekonomi seputar HCMC.

Sudah puas dengan perjalanan hari ketiga, maka sayapun memutuskan untuk kembali ke hotel, sebelum berangkat ke Bandara. Saya tentunya tidak lupa untuk mampir kembali ke Yogurt Cafe untuk kedua kalinya..hmmm yippie...

Komentar

Anonim mengatakan…
http://wwwsinamalaysia-sina.blogspot.com/
minah sila kan monalisa tengok minah buat tour di hcm.
Anonim mengatakan…
http://wwwsinamalaysia-sina.blogspot.com/

Postingan Populer