Pengalaman Menjadi Guide Kota Tua Jakarta

Sebenanrnya Tulisan ini udah lama saya buat , cuma saya hanya mem-publish di Notes FB, kali ini saya mencoba untuk membagi sesama blogger mania:

Hari ini tanggal 22 Juni 2009,tepat ulang tahun ke 482 Jakarta. Kemarin tepatnya hari minggu tanggal 21 Juni 2009, ada 2 acara penting yang menurut saya pribadi sangat mengasyikkan dan menyenangkan yaitu Tur Kota Tua Gratis dan Batavia Art Festival. Taman Fatahillah hari itu sangat ramai, tidak hanya dipadati oleh warga lokal,tetapi juga banyak wisatawan asing yang datang ke Taman Fatahillah.

Agenda pertama yang saya lakukan adalah tur kota tua gratis yang dihadiri sekitar 660 orang. Menurut Kang Asep Kambali yang merupakan pendiri Komunitas Historia Indoenesia, acara tur hari itu merupakan acara tur dengan peserta terbanyak. Hmm,cukup membanggakan bukan (salut dengan KHI,,plok..plok..plok). Peserta cukup terlihat sangat antusias, bahkan sampai detik terakhir registrasipun (kalo gak salah registrasi sudah ditutup,karena irine sudah menghitung nama-nama peserta yang mendaftar) saya masih mengantar peserta yang tetap ingin mendaftar acara tersebut ke stand KHI, mereka datang sekeluarga dengan membawa balita yang diletakan di kereta dorong(waw..keren bukan).

Peserta dikumpulkan tepat di depan taman fatahillah, dengan arahan dari kang Asep, peserta mulai dibagi-bagi menjadi beberapa kelompok. Satu kelompok terdiri dari 15-25 orang. Kemudian perjalanan kota tua pun dimulai. Saya sendiri memimpin kelompok yang terdiri dari 23 orang dengan latar belakang yang berbeda-beda,ada yang datang sendiri, ada pasangan suami istri, ada yang datang 1 keluarga, dan juga ada yang datang dengan teman-teman mereka. Kemudian, saya membentuk nama kelompok, agar jika kelompok saya mulai terpencar dalam perjalanan, saya tinggal berteriak dengan menyebutkan nama kelompok. Saya tercetus ide untuk memberikan nama kelompok berdasarkan pada nama-nama daerah yang ada di Jakarta. Ide pertama berasal dari salah satu peserta yang mengusulkan nama Glodok(hmm jadi teringat beli dvd korea di Glodok hehe).Tetapi, ketika saya mulai melemparkan ke semua anggota kelompok,banyak yang tidak setuju. Pada akhirnya,kami menyepakati untuk memberi nama kelompok kami Gondang Dia(lucukan). Saya sendiri juga tidak tau pasti kenapa hampir semua anggota kelompok setuju dengan pemberian nama ini...hehehe

Perjalanan dimulai dari depan taman fatahillah, kemudian melewati museum wayang,terus menyusuri gedung escompto Bank. Kemudian ,kami sampai pada Jl.Bank, terus menyusuri jalan melewati Museum BI yang dulunya adalah De Javache Bank. Gedung ini didirikan pada tahun 1828 bersamaan dengan era perang diponegoro,dimana pada saat itu Belanda sedang membutuhkan sumber keuangan untuk membiayai perangnya. Oh ya, Bank ini bukan merupakan bank sentral Belanda di Batavia, melainkan bank swasta yang berfungsi sebagai penghumpun dana dari asing ke Batavia. Bangunan ini cukup megah dibandingkan bangunan lain disekitarnya. Sekarang ini bangunan ini menjadi museum BI. Hal yang membedakan antara museum BI dan museum Bank mandiri yang terletak di depanya adalah isi dari museum itu sendiri. Walaupun sama-sama museum yang berbasis perbankan, akan tetapi perbedaan terletak pada tema dari konten museum itu sendiri.Kalau museum Bank Mandiri lebih menunjukkan model sistem perbankan tompo dulu,maka museum BI menampikan sistem teknologi perbankan di era modern seperti saat ini.

Akhirnya kami sampai pada jembatan beton di Jalan Kali Besar, dinamakan Jalan Kali Besar karena, tepat didepan jalan tersebut membentang Kali yang besar yang merupakan muara dari sungai Ciliwing membentang dari Asemka sampai Pasar Ikan. Dulunya kali besar itu, merupakan jalur transportasi dimana banyak kapal-kapal yang melintas membawa barang dan penumpang menuju pelabuhan sunda kelapa. Namun, sekarang tinggi kali tersebut hanya mencapai 0,5 meter,akibat banyaknya endapan lumpur dan sampah. Di tempat ini,saya lebih menjelaskan kepada peserta mengenai peristiwa bersejarah tahun 1740, yaitu pembantaian etnis Tiongoa di Kota Batavia. Kota Batavia pada saat itu terdiri oleh tiga etnis yaitu etnis Eropa, Tionghoa dan Arab. Sedangkan warga pribumi asli yang mendiami kota batavia adalah para budak yang bekerja di Batavia.

Hal yang menarik adalah,disepanjang jalan kali besar adalah banyaknya bangunan tua mulai dari Gedung Chattered Bank yang memiliki bangunan unik dengan design interior New Classical Renaissance, kemudian bangunan Toko Merah yang didirikan tahun 1730,dan sempat dihuni oleh beberapa gubernur batavia, hotel batavia yang dulunya bernama hoel omni(yang jelas gak ada hubungan sm rumah sakit Omni ya hehehe). Pada awalnya,gedung ini merupakan salah satu kantor NHM(Nederlandsche Handel-Maatschappij). Kantor pusat dari NHM itu sendiri berada di Gedung yang saat ini menjadi gedung Museum Bank Mandiri. NHM merupakan reinkarnasi VOC yang bangkrut akibat korupsi yang tidak mengenal batas.

Akhrnya,kami sampai pada Jembatan Kota Intan(orang betawi menyebutnya kote inten). Jembatan ini merupakan jembatan Jungkat, karena dulu ketika kapal-kapal melewati kali besar, maka jembatan ini bisa terangkat.Akan tetapi sekarang sudah tidak berfungsi lagi. Asal muasal kata kota intan itu sendiri karena dulunya ditempat itu terdapat Diamond Castile, yang merupakan kediaman jendral-jendral Belanda sebelumnya.Namun ketika pusat pemerintahan Batavia mulai dipindahkan ke pusat kota yang baru (Weltevreden) diderah Lapangan Banteng dan sekitarnya. Maka Gubernur pada saat itu yaitu Willem Daendels mulai menghancurkan Kastil Intan tersebut.

Setelah menyusuri Jembatan Kota Intan, kami berbalik arah kembali menuju Taman Fatahillah dengan menyempatkan untuk singgah di Gedung Cipta Niaga,dimana banyak sekali film yang numpang syuting disini (AAC,Kuntilanak I,Kuntilanak II,dll).



Perjalanan sangat mengasyikkan ditengan udara yang saat itu cukup cerah dan panas.



Sumber Sejarah:dari berbagai sumber

Komentar

Postingan Populer